IDE KECIL PENATAANNYA
Verbrande Hoek, sudut yang terbakar, begitu orang-orang Hindia Belanda
di masa lalu menyebut Batu Angus — hamparan batuan gosong yang terbentuk dari
aliran lava erupsi besar Gunung Gamalama, Ternate, 283 tahun silam.
Lava dari erupsi itu mengalir hingga ke pantai,
bertemu air laut dan mendingin, menjadi batuan gosong (batu hangus, batu
angus).
Debit aliran susul menyusul tertahan oleh lava yang
telah membatu di sepanjang pantai, sehingga meluber, bertumpukan, dingin dan
membatu, tersebar dalam gundukan-gundukan besar dan kecil, mulai dari pantai
Kampung Kulaba hingga ke lereng Gamalama.
FSA De Clercq, dalam bukunya Bijdragen tot de
kennis der Residentie Ternate, 1890, menulis, erupsi besar itu terjadi pada
1737.
Saya sempat membaca beberapa blogger yang menulis
tahun kejadian Batu Angus pada 1673. Seingat saya, catatan Hindia Belanda yang
dihimpun De Clercq dalam bukunya, menyebutkan, terjadi erupsi besar Gunung
Gamalama pada 1673, dan debu vulkaniknya jatuh sejauh Ambon. Tetapi erupsi itu
tidak berkaitan dengan kejadian Batu Angus.
Batu Angus,
Taman Bumi (Geopark)
Peristiwa 1737 meninggalkan bentukan morfologi kawasan
dengan kontur spesifik seperti yang tampak hari ini. Bentukan geological
itu identik dengan Taman Bumi (Geopark) yang terdiri dari susunan dan
atau hamparan batuan gosong yang luas.
Itu peristiwa alamiah faktual. Bukan legenda.
Meninggalkan bukti otentik yang bukan saja unik tapi tersendiri.
Sejauh pengetahuan saya, jika bukan tak ada maka belum
ada, atau belum diketahui, adanya peristiwa erupsi gunung api di daerah manapun
di Indonesia yang meninggalkan jejak seperti Batu Angus.
Endemisitasnya, keunikan bentuk, kontur atau geo-morfologisnya,
sejarah kejadiannya yang tercatat, adalah faktor-faktor yang menjadikan Geopark
Batu Angus sangat layak dijadikan destinasi wisata ikonik.
Pengukuran
dan pemetaan
Usia geopark ini 283 tahun, atau hampir 3 abad.
Terdapat sumber yang menyebutkan luasnya mencapai 7 kilometer2. Luas
memang, dan dengan luasan seperti itu perlu diperhatikan pengendalian
batas-batasnya.
Ini penting untuk menghindari terjadinya privatisasi
atau penyerobotan lahan dengan aktivitas pembangunan sturuktur dan lain sebagainya
yang dapat merusak dan atau mengurangi keaslian dan keasrian kawasan geopark
ini. Termasuk pengambilan material batu angus untuk keperluan tertentu.
Kaitan itu pengukuran untuk penentuan sekaligus
pengendalian batas kawasan menjadi niscaya. Hal penting berikutnya ialah,
menetapkan area tata-bangun, area konservasi, dan area yang disakralkan,
terutama yang berdekatan dengan keramat Jere Kulaba.
Perlu juga dilakukan identifikasi bentukan khas atau
bentukan spesiknya, jenis flora dan fauna serta potensi lainnya. Ini selain
untuk kebutuhan konservasi dan atau pariwisata berkelanjutan, juga untuk
kebijaksanaan merencanakan pembangunan dan pengembangan yang tepat dan penuh
kehati-hatian.
Patut diperhatikan bahwa kesadaran dan komitmen
masyarakat Kampung Kulaba dan sekitarnya adalah yang terpenting, untuk menjaga geopark
ini. Mereka harus yang pertama-tama bangga dan menjaga karunia ini. Forum tukar
pendapat seperti Bacarita Kampung hari ini penting dan strategis.
Destinasi
itu tujuan, bukan persinggahan.
Ternate merupakan gerbang utama Maluku Utara, sejak
berabad silam, namun sebagian besar lokasi dan atau obyek wisatanya belum cukup
meyakinkan disebut destinasi wisata, kecuali sebagai tempat singgah untuk
vakansi, piknik.
Geopark Batu Angus, misalnya, rerata orang hanya
menyinggahinya untuk mengabadikan beberapa foto atau swafoto. Bukti bahwa
mereka pernah menjejakinya.
Satu jam agaknya terlalu lama, kecuali bagi jurnalis
televisi atau media cetak yang menggarap feature, para fotografer-videografer
yang sedang ada proyek promosi, atau para blogger dan vloger barangkali. Mereka
biasanya lebih lama singgah.
Ini tantangan bagi pemerintah daerah dan stakeholder
pariwisata Ternate, bersinergi mengembangkan Geopark Batu Angus menjadi
destinasi, tujuan wisata.
Destinasi wisata yang baik adalah yang mampu menahan
wisatawan lebih lama tinggal. Itu mutlak membutuhkan kemampuan pengelola
destinasi menyiapkan: apa yang patut dilihat, dinikmati; apa yang patut
dilakukan; dan apa yang patut dibeli.
Untuk daya
tarik kawasan, aksesibiliatas, telekomunikasi, sudah sangat mendukung. Tinggal
konsep penataan dan penggembangan konprehensif meliputi antara lain:
- Konsep pemanfaatan dan pengendalian ruang sesuai prinsip konservasi;
- Rancangan konstruksional infrastruktur dan sarana yang serasi dengan karakteristik kawasan;
- Kelembagaan dan manajemen pengelolaan yang profesional;
- Ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat sekitar dan komunitas kepariwisataan umumnya;
- Atraksi, termasuk iven berkala, maupun produk lainnya yang menarik pengunjung;
- Promosi efektif dan efisien, melibatkan komunitas atau pelaku Ekraf lokal.
Suasana diskusi atau bacarita kampung. Foto: Edo Huka |
Beberapa
Ide/Saran
Geopark Batu Angus sangat luas. Sejauh ini yang relatif
tertata, telah dikunjungi, dinikmati dan terekspos barulah area utaranya, dari
tepi jalan ke pantai. Area selatannya, dari tepi jalan ke lereng Gunung
Gamalama relatif belum disentuh, ditata. Kaitan itu, perkenaankan saya memberi
beberapa saran "berani":
Jadikan Geopark Batu Angus Gerbang Gamalama.
Batu Angus dan Gunung Gamalama punya hubungan
kausalitas. Akan asyik dan seru jika pendakian ke puncak Gamalama dapat diakses
dari sini.
Menyusuri di atas atau di antara bebatuan vulkanik
berkontur khas, selain memberi sensasi, memacu ardenalin, terlebih lagi
membenamkan kesan mendalam. Menautkan pengunjung dengan kejadian 3 abad lalu.
Tak ubahnya menyusuri sungai (barangka) lava purba, hilir ke hulunya.
Dinas Pariwisata dan instansi terkait perlu melakukan
pemetaan untuk merintis secara bertahap akses pendakian atau tracking
yang aman. Tentu dipriotitaskan pada area dengan topografi landai dan
memungkinkan.
Dahulukan berkonsultasi dan berkordinasi dengan
lembaga adat pihak Kesultanan Ternate tentang ide atau rencana ini. Libatkan
masyarakat setempat, komunitas pencinta alam. Jika berkenaan, agendakan Fun
Trip Tracking Geopark Batu Angus, agar para pihak merasa terlibat sedari
awal. Ini baik untuk sosialisasi dan promosi rencana baik ini.
Saya membayangkan, ada akses sejauh 500 meter atau 1
kilometer yang dapat dilalui mobil off road, dan akses sejauh 2-3
kilometer yang dapat dilintasi motor Trail. Para pendaki dapat diantar dengan
motor Trail, kemudian melanjutkan sisa rute dengan pendakian biasa.
Saya membayangkan pula, terdapat "pos-pos"
yang akan disinggahi oleh para pendaki, dengan nama-nama lokal yang khas,
sesuai nama-nama tempat yang diketahui atau direkomendasikan oleh warga.
Pada pos tertentu yang landai, dapat dijadikan area
camping. Para pendaki yang mengambil waktu pendakian sore hari boleh rehat,
camping, menikmati sunset, bermalam dan dini harinya terus mendaki ke puncak
Gamalama.
Hemat saya, peta pariwisata Kota Ternate setidaknya
dapat dibagi dalam 3 wilayah strategis sekaligus wilayah pengembangan yang
terencana.
Wilayah startegis I adalah kawasan Ternate Tengah,
dengan zona inti Keraton Kesultanan, Sunyie Lamo, Sunyie Ici dan Sigi Lamo sebagai situs atau venue yang merepresentasi identitas Ternate. Kemudian Fort Oranje sebagai pusat konsolidasi komunitas kreatif dan para kreator dalam penguatan maupun pengembangan Ekraf. Berikut venue-venue di sekitarnya mulai dari warung
kuliner di belakang Mal Jatiland, Swalayan Taranoate, Masjid Raya, kasawan
Taman Nukila, Landmark, Taman Pantai Falajawa, kawasan yang memberi ciri
sekaligus citra Ternate sebagai kota religius, haritage sekaligus kota bahari (waterfront
city). Taman Moya, Cengkeh Afo-Aer Tege-tege, dan sentra-sentra produksi
UMKM dan Ekraf seperti kearijinan bambu di Tongole, pengrajin kuliner Falajawa,
pengrajin Besi Putih, dan lain sebagainya, merupakan zona penyanggah.
Wilayah strategis II di Kecamatan Ternate Selatan,
berpusat di Benteng Kalamata (Fort Santa Lucia), dengan zona penyanggah Water
Boom, Taman Toboko, Benteng Kota Janji, dan lain sebagianya.
Wilayah strategis III meliputi destinasi di kecamatan
Ternate Barat, Kecamatan Ternate Pulau dan Kecamatan Pulau Hiri, dengan zona
inti Geopark Batu Angus, sekaligus sebagai gerbang ke destinasi dan atau
lokasi wisata yang tersebar di dalam wilayah ketiga kecamatan.
Memang sektor pariwisata patut digenjot di ketiga
kecamatan ini, karena di dalam wilayahnya terdapat sejumlah lokasi wisata
maupun iven wisata yang sudah dikenal. Lagi pula ketiga kecamatan cenderung
lamban berkembang. Investasi sektor pariwisata diharapkan dapat menjadi
penggerak utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi di ketiga kecamatan.
Kaitan itu, dibutuhkan perencenaan yang terarah,
terpadu, untuk memperbaiki daya tarik destinasi/lokasi wisata di sana, sebagai
bagian inhern dengan upaya strategis mengangkat nilai strategis kawasan.
Ini akan berdampak positif pada upaya memecahkan
problem kelambanan pembangunan di ketiga kecamatan, sekaligus diharapkan memberi
pengaruh terhadap percepatan dan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan
Museum Gunung Api Gamalama (MGM) di Geopark
Batu Angus bukan saja terobosan berani dan cerdas. Lebih dari itu kebutuhan
menyediakan wadah literasi sejarah dan penggetahuan kegunungapian, khususnya
Gunung Gamalama beserta peristiwa erupsi dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan Gunung Gamalama.
Saya membayangkan sebuah museum berbentuk kerucut
Gunung Gamalama, hadir sebagai pusat perhatian di tengah Geopark Batu
Angus, yang sekaligus menjadi ikon wisata edukatif.
Tiang-tiang penyanggahnya, bidang dinding dan
lantainya didominasi material batu angus, sehingga menjadi aksentuasi apik dan
serasi dengan karakteristik destinasi ini.
Lantas, dari mana batu-batu angus itu didapat? Dari
pembukaan akses jalan atau jalur tracking pendakian ke puncak Gamalama.
Untuk membenamkan nuansa filosofis bahkan mistikal,
material seperti pasir, jika mungkin, diambil sedikit pasir dari puncak
Gamalama, sisa terbesarnya diambil dari barangka-barangka yang menjadi jalur
aliran lahar eruspi Gamalama.
Untuk air yang digunakan dalam pengerjaan
konstruksinya, saya sarankan diambil dari sumber-sumber air yang disakralkan
dan atau sumber air permukaan tua, antara lain dari air suci Ake Abdas,
dari air permukaan tua Ake Santosa dan Ake Rica. Ketiganya dapat
dilakukan jika diijinkan atau dibolehkan oleh pemangku adat kesultanan. Selain
itu, air dari Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil, serta air Danau Laguna.
Museum ini setidaknya memiliki 4 ruangan; Ruang lobi,
Ruang pamer, Studio film mini, dan Ruang penyimpanan dokumen arsip, dengan
deskripsi fungsi masing-masing ruang sebagai berikut:
- Ruang lobi, tempat layanan adminitrasi pengunjung, ditempatkan di sana miniatur Gunung Gamalama dan kawasan terdampak; peralatan tua BMKG seperti seismograp, dll; benda atau peralatan rumah tangga milik warga yang terdampak;
- Ruang pamer foto-foto dokumentasi dari yang terdini hingga yang terkini, dan bidang dinding tertentu dihiasi diorama peristiwa erupsi 1737 dan terjadinya Batu Angus;
- Studio mini untuk pemutaran film dokumenter tentang Gunung Gamalama;
- Ruang untuk menempatkan arsip dokumen dan informasi, seperti manuskrip, kliping berita media cetak, persuratan, dokumen dan informasi mitigasi bencana yang bisa dilacak.
Batu dan angus adalah dua diksi maskulin, keras.
Menyediakan fasilitas wisata olahraga rekreatif misalnya flying fox, dan
repling, akan sangat cocok dengan karakteristik destinasi ini.
Fasilitas itu akan melengkapi keberadaan jalur
kendaraan off road dan jalur tracking pendakian ke puncak
Gamalama dengan motor Trail.
Di Bali, di area-area wisata tertentunya yang
dipandang sakral, pengelola menyediakan sehelai kain untuk para pengunjung.
Pengunjung lelaki yang mengenakan celana pendek dan pengunjung perempuan yang
mengenakan baik celana panjang apalagi celana pendek harus mengenakan kain ini,
seperti orang mengenakan sarung.
Hal sama harus diperlakukan kepada pengunjung yang
memasuki area sakral di geopark Batu Angus, khusus area sekitar Jere Kulaba.
Beberapa teman dan sejawat bercerita, jika mereka
kedatangan tamu dari luar daerah atau luar negeri, para tamu itu kadang
bertanya, di mana dapat menyaksikan atraksi Baramasuwen (Bambu Gila), Tide,
Gala, Soya-soya, atau atraksi musik etnik Ternate, Maluku Utara?
Mereka mengaku bingung. Itu pasti! Karena atraksi
tersebut tidak tersedia setiap hari, kecuali pada waktu atau iven tertentu
saja.
Dinas Pariwisata Kota Ternate, boleh merangkul
komunitas dan pegiat seni, atau pemuda pemudi kampung yang berdekatan dengan
destinasi/lokasi wisata, juga dengan sekolah, barangkali, untuk menyediakan
atraksi-atraksi tersebut secara terjadwal.
Misalnya setiap sore atau malam ada atraksi tarian
tradisional dan musik etnik di Fort Ornaje, atau Setiap Sabtu sore hingga
malamnya ada Akustik dan Musik Etnik di Benteng Kalamata. Setiap Minggu sore,
ada Gala, Tide, Dana-dana di Benteng Toloko. Setiap Senin sore ada Baramasuwen,
Cakalele, Soya-soya di Geopark Batu Angus.
Intinya perlu diagendakan atraksi pada hari tertentu
pada destinasi/lokasi/obyek wisata tertentu, yang dapat disesuaikan dengan
jarak dan kondisi destinasi/lokasi/obyek wisata masing-masing.
Tak perlu terburu-buru. Coba saja dulu pada beberapa
destinasi/lokasi wisata. Anggaplah sebagai proyek percontohan.
Akan baik bila ada atraksi yang terjadwal di setiap
destinasi/lokasi wisata, apalagi jika dipertimbangkan bahwa masing-masing destinasi/lokasi wisata memiliki atraksi masing-masing. Para tamu
atau wisatawan yang ingin menyaksikan atraksi dapat mengaksesnya, para pemandu wisata mudah mengarahkan para tamu sesuai kebutuhan atau keinginan para tamu.
Selaian itu, upaya
ini akan memudahkan Dinas Pariwisata dan instansi terkait mengenali persis
kuantitas dan kualitas komunitas, pegiat atau pelaku seni di Ternate. Sisi baik
berikutnya, interaksi dan kerjasama partisipatif ini memberi kemudahan bagi
instansi terkait merumuskan rencana pembinaan dan
pemajuan komunitas atau pegiat berdasarkan data, informasi valid atau pertimbangan yang mendasar.Para pemantik diskusi bermain Baramasuwen (Bambu Gila). Foto: Edo Huka |
Harapan saya, ide-ide kecil dan "berani" ini
dapat direalisasikan, paling tidak sebagian atau beberapa yang dianggap penting
dan relevan, yang tentunya diemplementasikan bertahap. Jika itu terjadi, dalam waktu tidak lama, Geopark Batu
Angus akan menjadi destinasi unggulan Ternate,
bahkan Maluku Utara. Destinasi dengan daya tarik tinggi dan karenanya bernilai
jual tinggi.
Demikian,
semoga bermanfaat. Tabea se syukur dofu.
_____________
M. Sofyan
Daud
Pokok Pikiran
Dalam Bacarita Kampung. Dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kota Ternate dan
Pemuda Kelurahan Kulaba Ternate, di Geopark Batu Angus, Minggu, 26 Januari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar