Kamis, 30 Januari 2020

Geopark Batu Angus Ternate




IDE KECIL PENATAANNYA


Verbrande Hoek, sudut yang terbakar, begitu orang-orang Hindia Belanda di masa lalu menyebut Batu Angus — hamparan batuan gosong yang terbentuk dari aliran lava erupsi besar Gunung Gamalama, Ternate, 283 tahun silam.
Lava dari erupsi itu mengalir hingga ke pantai, bertemu air laut dan mendingin, menjadi batuan gosong (batu hangus, batu angus).
Debit aliran susul menyusul tertahan oleh lava yang telah membatu di sepanjang pantai, sehingga meluber, bertumpukan, dingin dan membatu, tersebar dalam gundukan-gundukan besar dan kecil, mulai dari pantai Kampung Kulaba hingga ke lereng Gamalama.
FSA De Clercq, dalam bukunya Bijdragen tot de kennis der Residentie Ternate, 1890, menulis, erupsi besar itu terjadi pada 1737.
Saya sempat membaca beberapa blogger yang menulis tahun kejadian Batu Angus pada 1673. Seingat saya, catatan Hindia Belanda yang dihimpun De Clercq dalam bukunya, menyebutkan, terjadi erupsi besar Gunung Gamalama pada 1673, dan debu vulkaniknya jatuh sejauh Ambon. Tetapi erupsi itu tidak berkaitan dengan kejadian Batu Angus.

Para pemantik Bacarita Kampung tentang penataan Geopark Batu Angus. Kiri-Kanan: Moderator, Sofyan Ansar (GENPI MALUT), Lurah Kulaba Ternate, Yang mewakili Kepala Perwakilan BI Maluku Utara, Rizal Marsaoly (Kadis Pariwisata Kota Ternate, Syarif Robo (tokoh muda Kulaba), Sofyan Daud (Pimpinan Komunitas Garasi Genta, Ternate, Anggota DPRD Prov. Malut)



Batu Angus, Taman Bumi (Geopark)
Peristiwa 1737 meninggalkan bentukan morfologi kawasan dengan kontur spesifik seperti yang tampak hari ini. Bentukan geological itu identik dengan Taman Bumi (Geopark) yang terdiri dari susunan dan atau hamparan batuan gosong yang luas.
Itu peristiwa alamiah faktual. Bukan legenda. Meninggalkan bukti otentik yang bukan saja unik tapi tersendiri.
Sejauh pengetahuan saya, jika bukan tak ada maka belum ada, atau belum diketahui, adanya peristiwa erupsi gunung api di daerah manapun di Indonesia yang meninggalkan jejak seperti Batu Angus.
Endemisitasnya, keunikan bentuk, kontur atau geo-morfologisnya, sejarah kejadiannya yang tercatat, adalah faktor-faktor yang menjadikan Geopark Batu Angus sangat layak dijadikan destinasi wisata ikonik.

Pengukuran dan pemetaan
Usia geopark ini 283 tahun, atau hampir 3 abad. Terdapat sumber yang menyebutkan luasnya mencapai 7 kilometer2. Luas memang, dan dengan luasan seperti itu perlu diperhatikan pengendalian batas-batasnya.
Ini penting untuk menghindari terjadinya privatisasi atau penyerobotan lahan dengan aktivitas pembangunan sturuktur dan lain sebagainya yang dapat merusak dan atau mengurangi keaslian dan keasrian kawasan geopark ini. Termasuk pengambilan material batu angus untuk keperluan tertentu.
Kaitan itu pengukuran untuk penentuan sekaligus pengendalian batas kawasan menjadi niscaya. Hal penting berikutnya ialah, menetapkan area tata-bangun, area konservasi, dan area yang disakralkan, terutama yang berdekatan dengan keramat Jere Kulaba.
Perlu juga dilakukan identifikasi bentukan khas atau bentukan spesiknya, jenis flora dan fauna serta potensi lainnya. Ini selain untuk kebutuhan konservasi dan atau pariwisata berkelanjutan, juga untuk kebijaksanaan merencanakan pembangunan dan pengembangan yang tepat dan penuh kehati-hatian.
Patut diperhatikan bahwa kesadaran dan komitmen masyarakat Kampung Kulaba dan sekitarnya adalah yang terpenting, untuk menjaga geopark ini. Mereka harus yang pertama-tama bangga dan menjaga karunia ini. Forum tukar pendapat seperti Bacarita Kampung hari ini penting dan strategis.

Destinasi itu tujuan, bukan persinggahan.
Ternate merupakan gerbang utama Maluku Utara, sejak berabad silam, namun sebagian besar lokasi dan atau obyek wisatanya belum cukup meyakinkan disebut destinasi wisata, kecuali sebagai tempat singgah untuk vakansi, piknik.
Geopark Batu Angus, misalnya, rerata orang hanya menyinggahinya untuk mengabadikan beberapa foto atau swafoto. Bukti bahwa mereka pernah menjejakinya.
Satu jam agaknya terlalu lama, kecuali bagi jurnalis televisi atau media cetak yang menggarap feature, para fotografer-videografer yang sedang ada proyek promosi, atau para blogger dan vloger barangkali. Mereka biasanya lebih lama singgah.
Ini tantangan bagi pemerintah daerah dan stakeholder pariwisata Ternate, bersinergi mengembangkan Geopark Batu Angus menjadi destinasi, tujuan wisata.
Destinasi wisata yang baik adalah yang mampu menahan wisatawan lebih lama tinggal. Itu mutlak membutuhkan kemampuan pengelola destinasi menyiapkan: apa yang patut dilihat, dinikmati; apa yang patut dilakukan; dan apa yang patut dibeli.
Untuk daya tarik kawasan, aksesibiliatas, telekomunikasi, sudah sangat mendukung. Tinggal konsep penataan dan penggembangan konprehensif meliputi antara lain:
  1. Konsep pemanfaatan dan pengendalian ruang sesuai prinsip konservasi; ​
  2. Rancangan konstruksional infrastruktur dan sarana yang serasi dengan karakteristik kawasan;
  3. Kelembagaan dan manajemen pengelolaan yang profesional;
  4. ​Ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat sekitar dan komunitas kepariwisataan umumnya;
  5. Atraksi, termasuk iven berkala, maupun produk lainnya yang menarik pengunjung;  
  6. ​Promosi efektif dan efisien, melibatkan komunitas atau pelaku Ekraf lokal. 
Keenam aspek tersebut hanya akan efektif bila didukung oleh komitmen tinggi dan sinergi antar stakeholder; rencana pengembangan yang terarah; kepemimpinan yang kuat dan terpercaya, dan; pelibatan serta pemberdayaan masyatakat/komunitas yang efektif.
Suasana diskusi atau bacarita kampung. Foto: Edo Huka

Beberapa Ide/Saran
Geopark Batu Angus sangat luas. Sejauh ini yang relatif tertata, telah dikunjungi, dinikmati dan terekspos barulah area utaranya, dari tepi jalan ke pantai. Area selatannya, dari tepi jalan ke lereng Gunung Gamalama relatif belum disentuh, ditata. Kaitan itu, perkenaankan saya memberi beberapa saran "berani":

Jadikan Geopark Batu Angus Gerbang Gamalama.
Batu Angus dan Gunung Gamalama punya hubungan kausalitas. Akan asyik dan seru jika pendakian ke puncak Gamalama dapat diakses dari sini.
Menyusuri di atas atau di antara bebatuan vulkanik berkontur khas, selain memberi sensasi, memacu ardenalin, terlebih lagi membenamkan kesan mendalam. Menautkan pengunjung dengan kejadian 3 abad lalu. Tak ubahnya menyusuri sungai (barangka) lava purba, hilir ke hulunya.
Dinas Pariwisata dan instansi terkait perlu melakukan pemetaan untuk merintis secara bertahap akses pendakian atau tracking yang aman. Tentu dipriotitaskan pada area dengan topografi landai dan memungkinkan.
Dahulukan berkonsultasi dan berkordinasi dengan lembaga adat pihak Kesultanan Ternate tentang ide atau rencana ini. Libatkan masyarakat setempat, komunitas pencinta alam. Jika berkenaan, agendakan Fun Trip Tracking Geopark Batu Angus, agar para pihak merasa terlibat sedari awal. Ini baik untuk sosialisasi dan promosi rencana baik ini.
Saya membayangkan, ada akses sejauh 500 meter atau 1 kilometer yang dapat dilalui mobil off road, dan akses sejauh 2-3 kilometer yang dapat dilintasi motor Trail. Para pendaki dapat diantar dengan motor Trail, kemudian melanjutkan sisa rute dengan pendakian biasa.
Saya membayangkan pula, terdapat "pos-pos" yang akan disinggahi oleh para pendaki, dengan nama-nama lokal yang khas, sesuai nama-nama tempat yang diketahui atau direkomendasikan oleh warga. 
Pada pos tertentu yang landai, dapat dijadikan area camping. Para pendaki yang mengambil waktu pendakian sore hari boleh rehat, camping, menikmati sunset, bermalam dan dini harinya terus mendaki ke puncak Gamalama.

Geopark Batu Angus Zona Inti Kawasan Strategis Pariwisata.
Hemat saya, peta pariwisata Kota Ternate setidaknya dapat dibagi dalam 3 wilayah strategis sekaligus wilayah pengembangan yang terencana.
Wilayah startegis I adalah kawasan Ternate Tengah, dengan zona inti Keraton Kesultanan, Sunyie Lamo, Sunyie Ici dan Sigi Lamo sebagai situs atau venue yang merepresentasi identitas Ternate. Kemudian Fort Oranje sebagai pusat konsolidasi komunitas kreatif dan para kreator dalam penguatan maupun pengembangan Ekraf. Berikut venue-venue di sekitarnya mulai dari warung kuliner di belakang Mal Jatiland, Swalayan Taranoate, Masjid Raya, kasawan Taman Nukila, Landmark, Taman Pantai Falajawa, kawasan yang memberi ciri sekaligus citra Ternate sebagai kota religius, haritage sekaligus kota bahari (waterfront city). Taman Moya, Cengkeh Afo-Aer Tege-tege, dan sentra-sentra produksi UMKM dan Ekraf seperti kearijinan bambu di Tongole, pengrajin kuliner Falajawa, pengrajin Besi Putih, dan lain sebagainya, merupakan zona penyanggah.
Wilayah strategis II di Kecamatan Ternate Selatan, berpusat di Benteng Kalamata (Fort Santa Lucia), dengan zona penyanggah Water Boom, Taman Toboko, Benteng Kota Janji, dan lain sebagianya.
Wilayah strategis III meliputi destinasi di kecamatan Ternate Barat, Kecamatan Ternate Pulau dan Kecamatan Pulau Hiri, dengan zona inti Geopark Batu Angus, sekaligus sebagai gerbang ke destinasi dan atau lokasi wisata yang tersebar di dalam wilayah ketiga kecamatan.
Memang sektor pariwisata patut digenjot di ketiga kecamatan ini, karena di dalam wilayahnya terdapat sejumlah lokasi wisata maupun iven wisata yang sudah dikenal. Lagi pula ketiga kecamatan cenderung lamban berkembang. Investasi sektor pariwisata diharapkan dapat menjadi penggerak utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi di ketiga kecamatan.
Kaitan itu, dibutuhkan perencenaan yang terarah, terpadu, untuk memperbaiki daya tarik destinasi/lokasi wisata di sana, sebagai bagian inhern dengan upaya strategis mengangkat nilai strategis kawasan.
Ini akan berdampak positif pada upaya memecahkan problem kelambanan pembangunan di ketiga kecamatan, sekaligus diharapkan memberi pengaruh terhadap percepatan dan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan

Bangun Museum, setidaknya Museum Mini
Museum Gunung Api Gamalama (MGM) di Geopark Batu Angus bukan saja terobosan berani dan cerdas. Lebih dari itu kebutuhan menyediakan wadah literasi sejarah dan penggetahuan kegunungapian, khususnya Gunung Gamalama beserta peristiwa erupsi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Gunung Gamalama.
Saya membayangkan sebuah museum berbentuk kerucut Gunung Gamalama, hadir sebagai pusat perhatian di tengah Geopark Batu Angus, yang sekaligus menjadi ikon wisata edukatif.
Tiang-tiang penyanggahnya, bidang dinding dan lantainya didominasi material batu angus, sehingga menjadi aksentuasi apik dan serasi dengan karakteristik destinasi ini. 
Lantas, dari mana batu-batu angus itu didapat? Dari pembukaan akses jalan atau jalur tracking pendakian ke puncak Gamalama.
Untuk membenamkan nuansa filosofis bahkan mistikal, material seperti pasir, jika mungkin, diambil sedikit pasir dari puncak Gamalama, sisa terbesarnya diambil dari barangka-barangka yang menjadi jalur aliran lahar eruspi Gamalama.
Untuk air yang digunakan dalam pengerjaan konstruksinya, saya sarankan diambil dari sumber-sumber air yang disakralkan dan atau sumber air permukaan tua, antara lain dari air suci Ake Abdas, dari air permukaan tua Ake Santosa dan Ake Rica. Ketiganya dapat dilakukan jika diijinkan atau dibolehkan oleh pemangku adat kesultanan. Selain itu, air dari Danau Tolire Besar dan Tolire Kecil, serta air Danau Laguna.
Museum ini setidaknya memiliki 4 ruangan; Ruang lobi, Ruang pamer, Studio film mini, dan Ruang penyimpanan dokumen arsip, dengan deskripsi fungsi masing-masing ruang sebagai berikut: 
  1. Ruang lobi, tempat layanan adminitrasi pengunjung, ditempatkan di sana miniatur Gunung Gamalama dan kawasan terdampak; peralatan tua BMKG seperti seismograp, dll; benda atau peralatan rumah tangga milik warga yang terdampak;
  2. Ruang pamer foto-foto dokumentasi dari yang terdini hingga yang terkini, dan bidang dinding tertentu dihiasi diorama peristiwa erupsi 1737 dan terjadinya Batu Angus; 
  3. Studio mini untuk pemutaran film dokumenter tentang Gunung Gamalama; 
  4. Ruang untuk menempatkan arsip dokumen dan informasi, seperti manuskrip, kliping berita media cetak, persuratan, dokumen dan informasi mitigasi bencana yang bisa dilacak.   
Geopark Batu Angus Cocok Untuk Wisata/Olahraga Ekstrim
Batu dan angus adalah dua diksi maskulin, keras. Menyediakan fasilitas wisata olahraga rekreatif misalnya flying fox, dan repling, akan sangat cocok dengan karakteristik destinasi ini.
Fasilitas itu akan melengkapi keberadaan jalur kendaraan off road dan jalur tracking pendakian ke puncak Gamalama dengan motor Trail.

Berlakukan busana khusus untuk tempat yang sakral
Di Bali, di area-area wisata tertentunya yang dipandang sakral, pengelola menyediakan sehelai kain untuk para pengunjung. Pengunjung lelaki yang mengenakan celana pendek dan pengunjung perempuan yang mengenakan baik celana panjang apalagi celana pendek harus mengenakan kain ini, seperti orang mengenakan sarung.
Hal sama harus diperlakukan kepada pengunjung yang memasuki area sakral di geopark Batu Angus, khusus area sekitar Jere Kulaba.

Tetapkan jadwal atraksi
Beberapa teman dan sejawat bercerita, jika mereka kedatangan tamu dari luar daerah atau luar negeri, para tamu itu kadang bertanya, di mana dapat menyaksikan atraksi Baramasuwen (Bambu Gila), Tide, Gala, Soya-soya, atau atraksi musik etnik Ternate, Maluku Utara? 
Mereka mengaku bingung. Itu pasti! Karena atraksi tersebut tidak tersedia setiap hari, kecuali pada waktu atau iven tertentu saja.
Dinas Pariwisata Kota Ternate, boleh merangkul komunitas dan pegiat seni, atau pemuda pemudi kampung yang berdekatan dengan destinasi/lokasi wisata, juga dengan sekolah, barangkali, untuk menyediakan atraksi-atraksi tersebut secara terjadwal. 
Misalnya setiap sore atau malam ada atraksi tarian tradisional dan musik etnik di Fort Ornaje, atau Setiap Sabtu sore hingga malamnya ada Akustik dan Musik Etnik di Benteng Kalamata. Setiap Minggu sore, ada Gala, Tide, Dana-dana di Benteng Toloko. Setiap Senin sore ada Baramasuwen, Cakalele, Soya-soya di Geopark Batu Angus.
Intinya perlu diagendakan atraksi pada hari tertentu pada destinasi/lokasi/obyek wisata tertentu, yang dapat disesuaikan dengan jarak dan kondisi destinasi/lokasi/obyek wisata masing-masing.
Tak perlu terburu-buru. Coba saja dulu pada beberapa destinasi/lokasi wisata. Anggaplah sebagai proyek percontohan.
       Akan baik bila ada atraksi yang terjadwal di setiap destinasi/lokasi wisata, apalagi jika dipertimbangkan bahwa masing-masing destinasi/lokasi wisata memiliki atraksi masing-masing. Para tamu atau wisatawan yang ingin menyaksikan atraksi dapat mengaksesnya, para pemandu wisata mudah mengarahkan para tamu sesuai kebutuhan atau keinginan para tamu.
      Selaian itu, upaya ini akan memudahkan Dinas Pariwisata dan instansi terkait mengenali persis kuantitas dan kualitas komunitas, pegiat atau pelaku seni di Ternate. Sisi baik berikutnya, interaksi dan kerjasama partisipatif ini memberi kemudahan bagi instansi terkait merumuskan rencana pembinaan dan pemajuan komunitas atau pegiat berdasarkan data, informasi valid atau pertimbangan yang mendasar.

Para pemantik diskusi bermain Baramasuwen (Bambu Gila). Foto: Edo Huka

Harapan saya, ide-ide kecil dan "berani" ini dapat direalisasikan, paling tidak sebagian atau beberapa yang dianggap penting dan relevan, yang tentunya diemplementasikan bertahap. Jika itu terjadi, dalam waktu tidak lama, Geopark Batu Angus akan menjadi destinasi unggulan Ternate, bahkan Maluku Utara. Destinasi dengan daya tarik tinggi dan karenanya bernilai jual tinggi.
          Demikian, semoga bermanfaat. Tabea se syukur dofu.

_____________
M. Sofyan Daud
Pokok Pikiran Dalam Bacarita Kampung. Dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Kota Ternate dan Pemuda Kelurahan Kulaba Ternate, di Geopark Batu Angus, Minggu, 26 Januari 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar